/
Wednesday, May 07, 2008
(MY NEWEST BOOK): Kumpulan Essay MOMMIES CAFE

Siapa bilang ibu-ibu nggak boleh curhat dan bergaul? Justru... wajib tuh. Tapi apa sih yang biasa dicurhatin para ibu muda?
Nah, buku yang satu ini mencoba membuka apa sih yang biasa dicurhatin ibu-ibu muda kalau lagi ngumpul. Khas ibu-ibu muda metropolis banget. Bicara tentang anak, suami, diri sendiri, lingkungan, hingga Tuhan. Baca buku ini serasa mendengar curhat sahabat deh. Dijamin banyak hikmahnya dan bebas virus gosip. Terbukti!

Pesan dari sekarang, Buku Mommies Cafe karya ke 19 Ifa Avianty dengan gaya bahasanya yang khas... mengalir, lembut, dan feminin. Caranya kirim sms ke Mumtaz Publishing di +628129722932 dengan mengetik MC (jmlh pesanan) (Nama lgkp) (alamat lgkp+kode pos).
LIMITED PUBLISHED!

Sneak Peek:

TENTANG PENYESALAN

Manusia memang makhluk yang paling diberi banyak kemudahan dan karunia oleh Allah. Tapi sekaligus juga makhluk yang paling sulit untuk bersyukur. Bahkan dalam masalah anak saja, banyak dari kita yang melupakan rasa bersyukur atas karunia terindah itu.

Seorang teman saya, sebut saja namanya Wati, baru menikah sekitar setahun yang lalu. Ia dan suaminya punya program langsung punya anak. Tapi apa daya, Allah belum memberikannya pada mereka. Segala usaha mereka coba. Bahkan sampai program terapi medis pada sebuah rumah sakit terkemuka juga mereka ikuti.
Hasilnya terlihat beberapa bulan kemudian. Wati teman saya itu positif dinyatakan hamil. Sudah tentu pasangan muda itu menyambut berita tersebut dengan penuh kebahagiaan. Mereka berharap akan dapat menikmati saat-saat penantian datangnya sang buah hati.
Tapi apa yang terjadi kemudian? Ketika berjumpa dengan saya, dan ini beberapa kali terjadi, Wati mengeluh terus. Ya, seputar mual-mual, ngidamnya yang harus dan wajib dipenuhi sebab kalau tidak ia bisa uring-uringan sepanjang hari, juga soal rasa sebalnya pada sang suami. Saya pikir sih wajar. Saya juga mengalami hal itu kok, meski nggak samapai ngidam, muntah, dan apalagi sebal sama suami. Semua perempuan yang hamil muda pasti ada mengalami hal-hal tesebut.
Yang cukup membuat saya sedih adalah keluhan Wati berikutnya. Ia merasa berat, merasa tak seksi dan tak menarik lagi di mata suami. Lagipula, baju-bajunya jadi tidak cukup lagi. Ia jadi tak bisa mengikuti mode, ia berjilbab dengan pakaian kesukaannya, kaus ketat dan celana jins yang juga lumayan ketat.Wati bilang, ia belum siap mengganti kostumnya dengan baju hamil yang agak gombrong dan lebar.
Padahal, di sisi lain, saya yang terbiasa memakai jubah atau rok-blus lebar sama sekali tidak merasa kesulitan ketika hamil. Bahkan ketika perut saya makin membesar sekalipun. Saya malah bersyukur, nggak perlu borong baju hamil lagi! Irit, toh? Disamping itu jilbab lebar yang biasa saya kenakan juga membuat perut dan insya Allah bayi saya merasa nyaman karena terlindungi dari panas.
Tapi Wati tetap Wati yang menurut saya banyak mengeluh. Ia tetap merasa berat dengan adanya kehidupan baru di dalam rahimnya. Ia merasa kemenarikannya dan kemodisannya, serta tentu saja kesehariannya, hilang terampas oleh si kecil dalam rahimnya.
Di dasar hati saya yang memang rada sensitif ini, tiba-tiba merenung. Apa rasanya jadi si bayi calon anaknya Wati? Apakah ia juga bisa merasa nyaman tatkala sang ibu terus menerus mengeluhkan dirinya? Apakah sang bayi yang sangat terikat hati dan jiwanya pada sang ibu tidak merasa sangat bersalah telah membuat sang ibu ‘merasa susah’? Bukankah ia tak minta dititipkan di rahim sang ibu? Bukankah sang ibu dan sang ayah yang tadinya begitu berharap akan dirinya?

Saya pernah membaca sebuah cerita karya penulis perempuan dari Italia, Clara Schiavolena, berjudul “Clementina”. Isinya tentang penuturan seorang bayi dalam rahim seorang ibu yang malang. Ibu ini cantik jelita menikah dengan seorang tukang batu yang cukup tampan. Hanya sayang mereka menikah setelah sang bayi ada dalam perut sang ibu. Sementara itu kehidupan mereka yang amat miskin membuat si ibu muda ini sakit-sakitan. Parahnya si ayah kerjanya mabuk-mabukan, berjudi, dan --- astaghfirullah--- berselingkuh dengan adik kembar si ibu. Perjuangan kala melahirkan yang berat membuat si ibu tak tertolong. Si bayi mungil yang tak berdosa hadir ke dunia tanpa diacuhkan oleh orang-orang sekitarnya.
Hari-hari berlanjut, aku dan ibu sama-sama saling bertahan. Aku mulai menendang perutnya dan dia mengeluh “Mengapa kamu tidak bisa tenang? Kamu harusnya malu pada dirimu sendiri”. Aku ingin berkata betapa aku sangat mencintainya. Tetapi aku tidak dapat bersuara. Pun berkata-kata. Aku menggulung seperti sebuah bola kecil dengan dagu di atas lutut, agar tidak menyusahkannya. Mungkin aku akan bungkuk ketika lahir nanti. Sekarang aku mengetahui keadaan ibu, hampir setiap hari ia demam, pun aku memaafkannya bila ia mengomeliku. [1]
Dia meneguk pil coklat dan harus mondok di rumah sakit, di sana dipompanya isi perutnya dan menjadikannya sehat dan bersih. Tetapi aku punya penyakit liver. Untuk beberapa saat aku berhenti untuk mencintainya karena ia terlalu sembrono. Selain membahayakan hidupnya, dia juga telah membahayakan diriku. Ibu pergi ke seorang pastor untuk membuat pengakuan. Dia membebaskannya dari keragu-raguan. Mengapa dia tidak menyuruhku untuk membebaskannya juga? Mengapa dia tidak juga berkata,”Maafkan aku, anakku” ?[2]
Akhirnya aku sadar, jika aku ingin hidup aku harus bertindak cepat. Ibu mungkin akan meninggal sebelum melahirkanku. Aku memilih posisi yang terbaik. Kutarik kepalaku ke bawah, kaki di atas, dan seperti itulah waktu bidan datang.
Sekarang harus dibawa ke mana? Dia berkata kepada ibu yang sedang merintih di atas tempat tidur dan mencoba memindah alasnya. Dengan geram kusiramkan air ketuban yang baunya menyengat di mukanya. Dia menarik kepalaku…
…Aku datang ke dunia dengan kedinginan dan kegusaran, sedangkan ibuku hampir setengah mati.
Bidan yang lainnya mencuciku dalam sebuah baskom. Airnya sangat panas seakan-akan mengulitiku. Dengan kasar mereka membungkusku dengan selimut tebal, masih terasa dingin walau ini sudah hampir musim semi… Tidak ada harapan bagi ibuku. Paru-parunya telah rusak, ayah memandangiku dengan perasaan benci. Malang benar nasibku.
Aku tidak akan datang ke dunia tanpa aku dicintai. Teman dan saudaraku merubung tempat tidur ibuku, mereka mengacuhkanku dan membenciku…
Segera datang dua orang laki-laki, mereka sepertinya petugas kepolisian, mereka bersenjata pentungan. Mereka membawa sebuah kotak besar untuk membawa ibuku. Di depan mataku, dia membawanya, tanpa meminta izinku, atau kupikir mereka tidak menghiraukanku, yang tercekik kain bedong, kedinginan serta kepanasan terkena air. Mereka merampasnya dariku selamanya, sebelum ia memberiku ciuman selamat malam, sebelum aku sempat melihat warna matanya, sebelum ia sempat mengetahui warna kulitku, sebelum dapat berbagi rasa dalam kehidupan di dunia…Semuanya yang aku miliki telah pergi meninggalkanku. Aku tidak dapat berbuat apa-apa selain menangisinya.[3]
Sungguh, saya menangis setiap kali saya mengulangi membaca cerpen ini. Betapa seorang bayi lucu calon anak kita juga bisa merasakan apa yang kita rasakan. Ia tahu kalau kita amat mencintainya. Demikian pula ia akan merasa bila kita membencinya atau mengeluh atas keberadaannya. Betapa tidak, diinginkan atau tidak, ia adalah belahan jiwa kita, yang separuh darah kita ada padanya. Yang nafas kita ada pada desah nafasnya.
Lalu bila kita menyesali mengapa ada dia dalam rahim kita, bagaimana jadinya? Masa-masa kehamilan yang seharusnya penuh dengan kebahagiaan dan rasa syukur bagi ibu, yang juga akan mengalir kepada sang bayi, tentu tak akan terwujud.
Ada sebuah cerpen lagi yang saya baca tentang seorang janin yang tak diharapkan hadir, akibat pergaulan bebas ibunya. Ayahnya kabur tak mau bertanggung jawab. Segala cara telah dilakukan untuk melenyapkan sang bayi tak berdosa ini. Alhamdulillah, ibu muda tersebut akhirnya mendapat pencerahan setelah bertemu dengan sahabatnya, seorang muslimah yang baik akidahnya. Ibu muda itu menjadi lebih siap menyambut kedatangan sang bayi ke dunia. Cerpen ini ditulis oleh sahabat saya, Muthmainnah dengan judul “Episode Fetus”.
Tak ada pilihan lain. Rapat kedua memutuskan Fe harus pindah atau kalau tidak mau akan diusir dengan cara apapun. Kenapa Fe disalahkan? Kenapa? Andai Bunda tahu, saat ini, tepat di ulang hari ke-120 Fe tinggal di rumah Bunda, Fe mendapatkan SK untuk tetap eksis di tempat kos, baik di rumah Bunda, atau di belahan bumi manapun.
Mula-mula Nenek memberikan ramuan-ramuan untuk mengusir Fe. Tahu deh. Pokoknya pahit-pahit, dan Bundapun memakannya, juga untuk mengusir Fe. Kenapa Bunda? Padahal Bunda yang mengizinkan Fe datang ke tempat ini. Dan kini Bunda mengusir Fe. Oh…[4]

Bila memang kita sempat menyesali kesalahan atau ketidaksiapan kita menjadi ibu, itu wajar saja, dan saya rasa itu bagian dari pertobatan. Juga ketika kita sempat merasakan perubahan yang ‘mengganggu’ saat awal kehamilan. Tapi bukankah anak kita tidak punya andil kesalahan apa-apa?
Maka bukanlah haknya untuk menjadi tumpahan kekesalan, kekecewaan, penyesalan, atau bahkan ia jadi tersia-sia karena beban penyesalan kita. Biarkan ia menyambut hari-hari menjelang kehadirannya di dunia dengan sepenuh bahagia, dengan berlumurkan cinta dari ibu, ayah, dan orang-orang terdekatnya.

Selamat datang ke dalam cinta ibu, nak.
Tanda cinta utk calon anakku.

Ciputat 2001.
REVISED CINERE 040605
[1] Petikan dari “Clementina” oleh Clara Schiavolena, dalam antologi “Tiga Abad Perempuan” Editor Betzy Dinesen, terj. CTS Univ. Muhammadiyah, PT. Fajar Pustaka Baru, Jogjakarta, 2000. Hal. 8
[2] ibid, hal. 10
[3] ibid. hal 16-18.
[4] Petikan dari “Episode Fetus” oleh Muthmainnah dalam antologi cerpen “Tembang di Padang”, Asy-Syaamiil, Bdg, 2000. Hal. 59.

Labels:

 
posted by mumtazstore at 11:26 PM | Permalink | 3 comments
Wednesday, April 30, 2008
Cover 2 buku terbaru saya sebelumnya


Ini dia cover Kumcer Menjaring Angin Membadai dan Novel Jejak2 Kembara Cinta (One in a Million)... pesan yuuuk?

 
posted by mumtazstore at 10:41 PM | Permalink | 0 comments
(MY NEWEST BOOK): Kumcer Sebab Cinta Tak Bermata

Berjuta kisah tertulis sejak zaman Adam dan Hawa tentang cinta anak manusia. Cinta yang lebih banyak menggunakan feeling dan bukan mata hati terbukti menguar tragedi.
Kumpulan cerpen istimewa ini mengajak anda mengarifi cinta. Bahwa cinta memang sering tak bermata, namun jika kita bertanya pada nurani, kita akan menemukannya di sana.
Sebab Cinta tak Bermata, berisi 15 cerpen istimewa karya Ifa Avianty, dengan ciri khasnya yang lembut, romantis, bertutur mengalir, dan berhikmah.
Dapatkan segera buku terbitan Mumtaz Publishing ini. Hanya dengan sms ke +628129722932 dengan mengetik SCB (jlmh pesanan) (nama lgkp) (alamat lgkp+kode pos). Anda akan segera menerima konfirmasi pemesanan dan tata cara transfer.
LIMITED PUBLISHED!!

Sneak Peek:

Blind Date

Malam sudah masuk ke peredaran langit sejak tadi. Huhhh…bete juga, dari tadi belum satu pe-er Fisika Material yang kukerjakan. Cuapekkk… Heran, pak Indra itu nggak ada bosen-bosennya ngasih PR. Mana harus pakai bahasa inggris pula lagi jawabnya. Mikir ngitung dan mencocokkan rumusnya dalam bahasa indonesia saja sudah kayak mau mati, ini lagi pakai bahasa inggris. Susah deh!
Apa dia pikir semua mahasiswanya sepintar dia kali ya? Huh, siapa sih yang nggak mau sepintar dia? Doktor dalam bidang Material Physics dari Cambridge Uni di Inggris sana. Lulus cum laude dalam usia yang belum lagi tiga dua. Hiyyy… merinding!
Coba, kamu bangun dulu, Dith. Kamu ngaca gih sana.
Aku bangkit dengan segan. Kulihat bayanganku di cermin. Rambut kusut masai, jarang ketemu sisir. Maklum, sejak jilbaban aku punya pandangan agak eksentrik, ngapain sisran kan nggak ada yang lihat? Hehehe… nuts! Trus… mmm apalagi ya?
O ya, badan kurus tinggi, kayak kurang gizi. Maklumlah, namanya juga akhwat aktivis dengan jam terbang tinggi. Yang baru sempat makan diantara kuliah, ngisi kajian, rapat kastrat dan sospol, rapat syuro pembinaan kampus, dan segala nama yang ‘syerem’ itu, atau diantara praktikum yang kadang nyaris membuatku tewas sebab kelamaan berdiri.
Kugaruk kepalaku yang tidak gatal. Hmmm… bandingkan dengan pak Indra ya?
IP-ku? Ah, memikirkannya aku mau nangis saja, dan dipastikan bakalan banjir air mata pula. Bayangkan hingga semester jauh gini, semester delapan, bo, IP-ku tidak bergeser dari dua koma dua saja. Padahal pula, masih banyak mata kuliah yang belum kuambil, sebab aku masih juga mengulang beberapa mata kuliah. Nyerok terus, boro-boro nyodok! Resiko aktivis? Hiii… aku nyengir pahit.
Usiaku? Hiii… sudah dua dua, dan belum ada tanda-tanda mau wisuda segera. Nikah? Hehehe… apalagi! Kalau kata anak-anak sekelasku, aku termasuk kategori high quality jomblo. Bangga? Tak tahulah. Aku toh tetap keukeuh dengan keyakinanku bahwa nggak ada pacaran dalam islam. So ngapain malu dengan istilah jomblo? Kalau kata Jazima, sahabatku sesama aktivis kampus, kita ini jojoba, alias jomblo-jomblo bahagia. Ya, bahagia, sebab kita tidak resah dengan kejomblo-an kita. Sebab kita masih bisa wara-wiri kesana kemari sementara banyak akhwat seusia kita yang sudah ‘repot’ dengan bayi dan balitanya. Hehehe… ini apologia atau apa ya?
Nah, sekarang lihat ‘musuh’ kamu itu, Yudith sayang. Pak Indra itu.
Performance-nya, rapi jali, wangi, sisiran terus, ketara dari rambutnya yang meskipun cepak tapi licin terus, kalau pakai kemeja juga matching sama celana panjangnya dan… wangi pula. Aih… Yudith, kamu kok intens banget sih merhatiin beliau? Nah… yhaaa…. Ghadhul bashar please, ukhti!
Ini mah bukan karena nggak ghadhul bashar, bela sudut hatiku yang lain. Lha wong kelihatan kok. Jadi jika disandingkan antara aku dan pak Indra, orang bisa dengan mudah membedakan mana yang terawat dan mana yang tidak.
Kalau soal makan? Mmm…setahu aku sih, pak Indra itu orang yang nggak neko-neko soal makanan, hanya memang dia selalu makan tepat waktu, maksudnya kalau pas papasan di kantin, sementara aku lagi ‘rapat informal’ atau mengerjakan PR (atau nyalin? J ), dia pasti lagi tekun menghadapi sepiring gado-gadonya. Hehehe… intens kan? Husy!
Pintar? Ah, ini mah nggak usah dibahas lah. Bikin makin bete. Aktif? Pak Indra itu hingga sekarang masih jadi pembina rohis universitas lho. Dia juga aktivis sebuah partai islam. Selain itu aktif di kepanduan, pencinta alam, dan kayaknya sih rajin olahraga juga, soalnya badannya lumayan atletis.
Hei, ukhti, stop! Makin menjurus neeh…
Ntar dulu. Dia itu juga masih jomblo. Kalau kata anak-anak juga (yang cewek terutama), dia itu most wanted man to die for di kampus ini. Deeu segitunya! Kalau kata si Ata, yang bakat banget jadi host acara infotainment, pak Indra itu the highest quality jomblo ever di kampus ini. Hah?!
By the way, kalau dia masih jomblo, so what gitu lho, Yudith?
Errr… Aku tersenyum malu. Anyways, kali aja… ntar dia nikahnya sama akhwat siapa gitu…
Ya, yang jelas nggak mungkin sama kamu lah, Dith. Bainassama’ wassumur bur… alias antara langit dan sumur bor bedanya antara kamu dengan dia. Sudahlah, Yudith, stop dreaming! Back to your horrible homework! Buruan!

Namun, aku mendadak hilang mood. Jomblo. Ya, sebuah kata yang pada hari gini terasa kadang begitu menyayat. Duuuh… istilahnya! Ya, soalnya banyak banget yang bilang gini padaku, terutama temen-temen sekelasku dan temen se SMU-ku yang kebanyakan belum lagi hijrah (maklum, dulunya aku kan anak SMU RP yang mayoritas katolik itu, no wonder juga sih), “Hare gene masih jomblo? Kasiaaan deh luuu, Dith!”
Biasanya dengan nada yang bittersweet gitu aku menjawab, “Ya so what gitu lho?”
Ah, ya so what?
Ya, begini ini jadinya. Nggak bisa jaga pandangan. Coba bandingkan sama Sintha, adik kelasku, anak semester enam, yang sudah married setahun lalu. Dia nikah dengan anak Sipil tiga tahun di atasnya, sudah alumni tentu. Dia terlihat lebih adem, tenang, bahagia, nggak suka ‘diam-diam ‘hunting high and low’ kayak aku… Duh… emang enak jadi jomblo?
Sayang sekali ternyata jawabannya adalah ‘tidak enak’, sista!
Terus mau gimana lagi? Kan memang jodohnya belum datang. Masak kamu mau playing God sih, Dith? Kamu ngatur Tuhan gitu, ya Tuhan, tolong dong jodohku datang sekarang, saat ini juga. Desperate banget nih! Ha? Pardon?
Sudah separah itukah kamu, Yudith sayang?
P-A-R-A-H, hingga nyaris berdarah?
Istighfar dong, Dith. Banyak sekali akhwat yang usianya tiga kali lipat kamu juga belum dapat jodohnya. Kenapa kamu jadi segitu resenya sih? Takdir orang kan nggak mungkin tertukar gitu. Ya artinya, ini memang jalannya kamu. So, jalani aja lah…
Kepalaku berdenyut kencang. Aduhhh…
Sesekali ingat juga sama ibu di Padang sana. Yang tiap telpon pasti bilang gini, “Dith, kamu dah punya calon belum? Mau ibu kenalkan sama anak temannya etek Risa? Cakep lho, dokter di Padang, lagi ambil spesialis kandungan…”
Atau, “Ini ada notaris di Pariaman, kawannya Do Usman anak Etek Indar. Mau kau ibu kenalkan?”
Dan yang terakhir, tiga hari lalu. “Kau ini gimana Dith? Kuliah belum juga kelar. Calon belum ada. Apa saja kerjamu ha? Anak daro indak baik pilih-pilih. Mana pula kau tu indak jelas maunya apa… pusing ibu kaubuat. Dulu lulus SMP kau maunya merantau ke Bogor, ibu izinkan. Indak taunya kau malah makin aneh saja”.
Brrrr… ingin rasanya aku mengecil menjadi kodok. Agar ibuku tak lagi mengejar-ngejarku tentang kuliah dan jodoh. Agar aku bisa berharap jika ada seseorang yang benar-benar tertarik padaku, aku bisa menjelma menjadi seorang putri. Hahaha… ngayal terus aja, Dith! Kutimpuk cerminku dengan bantal SpongeBob kesayanganku.

Labels:

 
posted by mumtazstore at 10:34 PM | Permalink | 2 comments
Thursday, April 24, 2008
JEJAK2 KEMBARA CINTA (ONE IN A MILLION); Sebuah Novel terbaru Saya
(MY NEWEST BOOK): Novel JEJAK2 KEMBARA CINTA (ONE IN A MILLION)
Apr 21, '08 1:48 AMfor everyone

Siapa bilang memiliki harta berlimpah, ketampanan dan kecantikan, dan kecerdasan berarti pula sudah menggenggam dunia? Bagaimana dengan cinta?
Mereka yang kita sebut sebagai 'penghuni negeri dongeng' menyimpan kegelisahan ... dimana letaknya cinta sejati itu. Enam pangeran keluarga Bratalegawa yang 'memiliki segalanya' berkelana mencari cinta, mengembara di berbagai kota di dunia. Siapakah half soul mereka? Benarkah bahwa menemukan cinta bagi mereka akan semudah menamatkan pendidikan?
Temukan jawabannya dalam novel romance berjudul 'Jejak-Jejak Kembara Cinta' karya Ifa Avianty. Buktikan bahwa kekayaan bukan berarti bisa memiliki segalanya dengan cepat dan mudah.
Penulis telah menghasilkan 5 novel dengan ciri khas romantis, mengalir, dan menyentuh. Jangan lewatkan novel ini. Segera pesan ke Mumtaz Publishing hanya dengan sms ke +628129722932 dengan mengetik: JKC (jmlh pesanan) (nama) (alamat lgkp+kode pos).
Anda akan segera menerima sms konfirmasi pemesanan dan tata cara transfer dari Mumtaz Publishing.
LIMITED PUBLISHED!

Sneak Peek:

Jam 4.30 dini hari, jalan tol Jagorawi masih dibasahi gerimis. Licin dan lumayan sepi. Sesekali wiper Odyssey-ku menghalau kabur di kaca depan. Alphard-nya Rahadi masih terlihat di depanku. Dasar aneh. Licin-licin begini malah ngebut.
Tiba-tiba HP-ku berdering.
Rumah.
Ada apa?
Sejenak batinku gelisah. Sementara rasa sakit di pangkal pahaku tidak juga hilang. Allaaah...
"Halo".
"Bu, ini mbok Jum... Mas Ipan... bu...".
"Irfan kenapa, Mbok?"
Huhuhu... kudengar suara tangis mbok Jum di ujung sana. Jantungku berdetak sepuluh kali lebih keras. Ada apa dengan Irfan?
"Mbok, Irfan kenapa?"
"Mas Ipan... mas Ipan... kabur, Bu...".
Astaghfirullah...
"Kabur? Kok bisa? Sudah dicari sekeliling rumah?"
Tangis mbok Jum malah menggema histeris.
"Mbok..."
"Iya, Bu. Maap Bu... kita udah nyari di rumah, sampai gang kampung belakang... gak ada, Bu...".
"Kabur dari mana dia?"
"Dari... jendela kamarnya, Bu... mungkin lewat pintu kucing di pagar samping... Maap ya Bu...".
"I...iya, Mbok, saya segera pulang. Terima kasih ya Mbok".
Tangis apa lagi ini? Air mataku berpesta bersama hujan...
Tepat saat itu dari arah berlawanan samar kulihat sebuah truk semen tiba-tiba menghantam pagar pembatas jalan tol, menerjangnya dan berbalik arah...
Aku memejamkan mata sambil menekan pedal rem kuat-kuat bersamaan dengan terdengarnya suara benturan keras memekakkan telinga. Segala doa yang kuingat segera kurapal.
Ciiiiit... Ban mobilku berdecit hanya beberapa meter di belakang... Alphard yang dikemudikan Rahadi... yang... hancur...
Jiwaku terbang...
Aku menerjang tanpa peduli. Truk sial itu rupanya ringsek juga setelah kembali menabrak pembatas jalan tol. Aku hanya ingin bertemu Rahadi!
Susah payah aku dan beberapa petugas yang segera datang mengeluarkannya dari mobil yang ringsek. Bagian depan Alphard menabrak pembatas sementara belakangnya melesak ke depan akibat tertabrak truk. Dan Kekasihku bersimbah darah tak sadarkan diri. Ia terjepit stir, dan wajahnya terkena pecahan kaca depan.
Aku ingin memeluknyaaa... tolong...
"Bu, minggir, Bu, biar korban kami bawa ke RS segera". Seorang petugas mendorongku.
Aku meradang. Kudorong balik dadanya. "Minggir! Kamu yang minggir! Ini suami saya! Biar saya yang bawa!"
Petugas itu tampak jengkel. "Ibu ini gimana sih? Suaminya sekarat malah heboh!"
"KAMU YANG DODOL! MINGGIR!"
Petugas yang lain segera menengahi kami. Huh hampir saja aku cakar muka petugas berkumis sok wibawa itu.
Malam itu juga Rahadi dibawa ke RS UKI. Sementara aku tak henti-henti menelpon mengurus ini dan itu untuknya dan Irfan... Allah, tolong dampingi aku, kuatkan aku...
Dengan perih hati kuusap darah suamiku yang mengotori baju dan cardiganku. Rahadi, bertahanlah... demi kita, demi anak-anak kita, demi cinta yang baru saja akan kita tata kembali... Rahadi, I love you...
Sambil menangis, kubuka kembali sms terakhir dari Rahadi. Hanya 5 menit sebelum tragedi maut itu.
Ingatkah engkau kepada
embun pagi bersahaja
yang menemanimu sebelum cahaya
Ingatkah engkau kepada
angin yang berhembus mesra
yang kan membelaimu cinta...
(Petikan syair lagu 'Sebelum Cahaya' by Letto)

Ya... hanya engkau, Rahadi, hanya engkau embun pagiku... apapun yang telah kaulakukan padaku...

Irfan

Cahaya, mengapa jauh sekali engkau? Tahukah engkau bahwa kaki-kaki kecilku capek sekali? Lihat... ujung jempolku sepertinya bengkak.
Mengapa engkau kelihatannya dekat sekali? Ternyata sampai sekarang aku tidak juga sampai padamu. Aku lapar, haus, dan dingin... Brrr... baju dan rambutku sudah basah semua sekarang...
Huhuhuhu...
Bundaaaa...

Nana

Capeeek...
I lost my Princes in one day. Dan hingga kini belum ada kabar lebih pasti tentang keduanya.
Aku sudah lapor polisi perihal kaburnya Irfan. Melihat kemampuannya mungkin Irfan kabur tidak jauh-jauh dari rumah. Tapi kemana? Mbok Jum, Iroh, pak Adun sudah bergantian menyusuri kompleks kami dan wilayah sekitarnya tapi nihil.
Huhuhu... pangeran kecilku pasti ketakutan, kelaparan, kehausan, dan kedinginan sekarang. Dimana engkau, Sayang?
Bagaimana kalau ia diculik? Dianiaya? Dijual? Dijadikan pengemis? Atau... dibunuh? Tidaaak! Jangan sampai, Tuhan... Biarlah aku mempertaruhkan seluruh nyawaku demi anakku...
Aish yang duduk di sebelahku di bangku tunggu RS sedari tadi juga menangis terus. Ia ingat adik dan ayahnya. Kedua Oma dan Opanya juga mondar-mandir terus dan kadang bertanya sesuatu yang malah bikin aku tambah stress.
Sementara suamiku baru selesai dijahit wajahnya setelah dokter berhasil mengeluarkan beling-beling. Ia masih kritis. Tulang dadanya ada beberapa yang patah, demikian pula kakinya. Yang gawat, mata kirinya harus dioperasi karena kena pecahan beling pulang. Hingga kini team dokter masih menunggu masa kritisnya sampai ia cukup siap menjalani operasi bedah mata.
"Nyonya Rahadi".
Gegas aku berdiri menghampiri Dokter Bahri, ketua team dokter yang menangani suamiku.
Kedua pasang orangtua kami juga ikut mendengarkan dengan seksama.
"Ya, Dok. Bagaimana suami saya?"
"Sudah bisa ditengok. Hanya belum pulih betul. Masih belum sadar betul. Sebentar lagi sisa biusnya selesai bekerja. Tolong dijaga, jika beliau siuman, jangan sampai stress. Khawatir berpengaruh terhadap kondisi pra-operasi".
Dokter senior itu mengangguk menenangkanku yang tidak sabar ingin buru-buru menemui suamiku.
"Dok... emmm... kalau kemungkinan operasinya gimana ya?". Takut-takut aku bertanya.
Dokter Bahri menarik nafas. "Jika gagal, dikhawatirkan ia tidak bisa lagi memfungsikan mata kirinya. Tapi kita sama-sama berusaha dan berdoa untuk yang terbaik ya, Bu..."
"Iya, Dok, Terima kasih..."
Dengan tangannya Dokter Bahri mempersilakan kami masuk perlahan-lahan.

Labels:

 
posted by mumtazstore at 2:29 AM | Permalink | 1 comments
Wednesday, April 16, 2008
MENJARING ANGIN MEMBADAI versi Cetak
MENJARING ANGIN MEMBADAI
Sebuah Kumpulan Cerpen (22 cerpen) yang memotret kehidupan manusia-manusia urban, yang ricuh dengan berbagai sisi kehidupan. InsyaAllah penuh hikmah dan pembelajaran.
Out Now!
Dalam bentuk cetakan (bukan e-book lagi).
Penerbit: Mumtaz Publishing, Depok.
Silakan pesan sekarang HANYA DENGAN SMS ke +628129722932 dengan menulis MAM (jumlah pesanan) (nama lgkp) (alamat lgkp +kode pos).
Setelah itu anda akan mendapatkan sms konfirmasi nomor pemesanan dan kepastian tata cara transfer.
Jangan sampai kehabisan lho! Stock terbatas!

Labels:

 
posted by mumtazstore at 9:44 PM | Permalink | 0 comments
Sunday, August 19, 2007
MENJARING ANGIN MEMBADAI (E-book Kumcer)

A Short Stories Collection --- 22 Short Stories

(Picturing Another side of Urban Life)

Ifa Avianty

Mumtaz E-Publishing, Jkt, Agustus 2007

Genre: Fiksi, Kumpulan Cerpen

Format : E- Book (MS Word/ Adobe Acrobat)

Harga :Rp 30.000



Telah Terbit Agustus 2007!
Kumpulan Cerpen pertama di Indonesia dalam bentuk e-Book, berjudul MENJARING ANGIN MEMBADAI karya Ifa Avianty. Penulis telah menghasilkan 15 buku karya pribadi (novel, kumpulan cerpen, dan kumpulan essay) serta 17 karya bersama (antologi).

Kumcer yang satu ini istimewa sekali, karena memotret kehidupan masyarakat urban dengan segala sisinya. Tentang kerasnya kehidupan, tentang cinta, tentang perselingkuhan, tentang anak, tentang kekerasan dalam rumah tangga, dan tentang dunia ghaib di luar sana.

So, tunggu apalagi?
Pesan sekarang juga dengan cara MENTRANSFER SEJUMLAH RP 30 000 SAJA KE REK BCA NO 0701099892 AN IFA AVIANTY (BCA KCP MELAWAI) ATAU KE REK BNI NO 0126859936 AN IFA AVIANTY (BNI KC FATMAWATI).
Lalu kirim SMS KE +628129722932 dengan menyertakan NAMA LENGKAP, EMAIL, DAN TGL TRANSFER KE BNI/BCA, serta format yang diinginkan (MS WORD/ADOBE ACROBAT).

Jangan tunggu bulan depan yaaa…J


Penggalan MENJARING ANGIN MEMBADAI


Cinta Masa Lalu

Namanya Heidy. Ia cantik melebihi layaknya putri-putri dari tatar Pasundan atau Sumedang Larang. Kulitnya putih mulus seperti bule. Pakaiannya bagus-bagus (maklum anak orang kaya, berbeda kelas denganku yang hanya anak pembantu rumah tangga mereka). Pintar bahasa inggris, jerman, perancis, dan belanda. Jago dansa. Dan baik budi pula.
“Pagi, non…” Kubungkukkan badanku sempurna di hadapannya. Kuharap sejenak ia akan sempat memperhatikan betapa tegap tubuhku yang berkeringat matahari ini.
“Pagi, Kang Usman…”
“Mau saya petikkan kembang apa pagi ini, non?”
Lalu matanya yang jeli itu bergerak-gerak lucu. Aku terpana. Cantiknya dikau, putri…
“Melati saja, Kang. Saya ingin meronce bunga itu. Nanti malam ada pesta anak kompleks… “
Boleh aku ikut, putri?
Oh, tentu itu hanya kutinggal dalam hati saja. Tak mungkin aku berani mengucapkannya di depan putri kahyangan ini. Sadar diri!
Dan begitulah, hari demi hari, kutanam cintaku yang begitu dalam pada gadis itu. Hingga terlalu dalam. Amat dalam.
Maka aku luka parah tatkala selulus SMA, ia pergi ke Belanda untuk melanjutkan kuliahnya. Kucoba menyemai keyakinan bahwa ia akan kembali untukku. Sebab sebelum ia pergi kusempatkan menulis sebuah surat pendek yang kuselipkan di jendela kamarnya.
Bunyinya:
Apakah salah jikalau seekor semut tanah mendamba bunga anggrek bulan?
Jika tidak, maka akan kutunggu engkau putri…
Dari Kang Otto alias Usman.

Handphone Itu

“Jadi gimana, mbak? Jadi beli yang ini?” tanya mbak pramuniaga yang agaknya mulai bosan melihatku yang hanya bolak-balik kayak setrikaan panas sambil mengagumi hp lucu itu.
Aku menggigiti kuku telunjuk tangan kananku, pertanda aku bimbang.
Rupanya mbak pramuniaga menangkap kebimbanganku itu.
“Bisa diskon kok kalau mbak mau. Atau mau ditambah paket perdana. Mau Simpati, Kartu As, Mentari, IM3, atau Kartu Bebas?”
Waduuuh, satu kartu saja aku lumayan ngap-ngapan ngasih makannya tiap bulan, batinku.
Sejenak terlintas bayangan anak-anakku. Ah, bayaran sekolah mereka sudah lunas, begitu juga bayaran TPA mereka di masjid. Susu, makanan, dan segala macamnya? Oh, alhamdulillah untuk bulan ini aman dan damai.
Tabunganku? Aku berpikir keras berusaha mengingat saldo terakhir ATM-ku. Yang jelas ada dua juta lebih sedikit. Sedikitnya itu berapa? Yah, pokoknya cukuplah sebagai ganjal ATM hingga menunggu transferan honor atau royalti berikutnya.
Nah… nah… so what gituloh?
“Yah, sudah deh, mbak, berapa diskonnya?”
Si mbak pramuniaga mengembangkan senyum termanisnya.
“Lima puluh ribu, deh, buat pelanggan spesial kayak mbak ini”
Ha? Lima puluh ribu?
Itu mah bukan diskon, tapi sekedar basa-basi doang!
“Kurang dua ratus ribu deh, mbak. Ntar saya ambil kok”
Si mbak langsung menatapku dengan ekspresi: what?-dua-ratus-ribu?-please-deh-niat-beli-gak-sih?
“Bisa nggak, mbak?” Aku masih ngeyel. Maklum turunan pedagang. Ayah dan ibuku di Padang Panjang sana kerjaannya kan jualan baju di Pasar.
“Lima puluh, mbak, nah, bawa pulang deh ntu hp sama bonusnya”
“Bonus? Bonusnya apa mbak?” tanyaku. Wah boljug nih kalau ada bonusnya!
“Kantung kertas dengan logo gerai kami ini” jawab si mbak bete.

Menjaring Angin Membadai

Dan inilah aku, Venny, seorang istri yang mencoba menjadi detektif untuk mengamati suaminya sendiri. Betapa menyebalkannya. Seperti kisah dalam sinetron-sinetron saja. Istri yang membuntuti suami selingkuh. Huh, kurang kerjaan apa?
Tapi aku penasaran. Lagipula jika terjadi apa-apa nanti, setidaknya aku punya bukti.
Kuikuti diam-diam mobil suamiku (tepatnya mobilku yang dipakai suamiku) kemanapun ia pergi selepas jam kantor. Ke café, pub, resto, mall, bahkan… sesuatu yang membuatku bergidig… hotel dan resort, untuk pengakuannya tentang ‘dinas luar’, ‘konferensi para dosen’, dll yang ia pikir aku ini tidak faham apa pekerjaan dosen biasa yang tidak memegang jabatan struktural sepertinya.
Kutata kepingan hatiku yang hancur lebur. Kususut air mataku dan kusesali jatuhnya untuk sesuatu yang kuanggap sia-sia kemudian. Kuikatkan hati dan jiwaku pada Keisha dan Hafiz, buah hatiku. Aku bangkit dalam diam, meski Aning bilang, aku kelihatan lebih pendiam dan perenung akhir-akhir ini.
Ada satu komentar Aning yang sangat pedas, yang bahkan aku sendiri sangat menahan diri untuk tidak membicarakan dan bahkan memikirkannya. “Gila ya, kakak iparku itu nggak tahu diri banget sih? Kan kamu yang selama ini kerja keras menafkahi keluarga, usaha ini dan itu, hingga semaju ini. Eh dia kan hanya ngajar-ngajar gitu doang, di swasta nggak asyik pula! Kok berani-beraninya dia berbuat begitu?”
“Aning! Dia kan masih kakak iparmu!” sentakku.
Aning terdiam. Lalu tanyanya dengan nada rendah, nyaris berbisik, “Sampai kapan? Mengapa kamu begitu baik, Ven? Mungkin jika mas Bambang yang begitu, aku sudah sejak lama mengusirnya”
“Aku akan memenangkan kebenaran dengan cara yang elegan, Ning. Kamu lupa? Aku sejak kecil adalah seorang petarung sejati. Dan kali ini aku akan bertarung menjaga rumah tanggaku, dengan atau tanpa dia, dengan cara yang smart. Jadi tidak dengan usir-usiran segala, Ning” Kurasakan kata-kataku begitu dingin. Aku sendiri bergidig mendengarnya.
Aning tersenyum lalu memelukku dengan haru, “Keep on fighting, sis! Aku ada di belakangmu” isaknya.

Senandung Maaf

Suatu hari saat aku masih juga merasa hampa…
“Bisa kita bicara, Sandra?”
“Oh… ya. Apa kamu mau gantian curhat?”
“Tentu saja tidak. Aku punya istri yang enak dijadikan tempat curhat…”
Aku tercekat. Maksudnya apa sih?
“Mmm… maksudku… ini juga tentang dia”
“Istrimu? Siapa namanya? Rulita?”
“Ya, Ruli. Aku banyak cerita tentangmu padanya”
Kembali aku tercekat. Akan marahkah istrinya? Apakah aku dituduh sebagai perempuan yang mau merebut suaminya? Astaghfirullah…
“Ruli ingin sekali kenalan denganmu. Mau kan? Dia orangnya juga enak diajak curhat kok. Jauuuh lebih enak daripada aku. Kamu mau?”
“Memangnya… kalau sama kamu, kenapa?”
“Aku… aku hanya mau… hatiku tetap bersih, juga hatimu. Kita kan tidak tahu akan jadi apa kita kalau kita terus seperti ini. Aku… aku takut kehampaanmu makin membuat kita tak terpisahkan…seperti yang mulai kurasakan”
Sudah kuduga…
Tanpa terasa, mataku menghangat. Aku kembali merasa hampa… Kosong. Sekosong tatap mataku ke depan, ke layar bioskop yang menyajikan “Janji Joni”.
Tuhan, lalu kemana harus kucari teman berbagi?
Tolonglah, sebab aku sedang merasa amat tidak berbahagia saat ini…

Kurasakan hangat genggam tangan Rahar di telapak tanganku.
“Maaf, San”
Pelan kutepis tangannya. Aku hanya mengangguk. Kelu.

Terlalu Sedikit Untukmu

Minggu pagi yang cerah. Kami siap-siap untuk jalan-jalan. Hanya ke mall yang dekat. Sebab ia, suamiku, katanya sudah capek selama enam hari bawa mobil. Jadi harusnya satu hari ia istirahat. Kuambil tasku yang baru kubeli tiga hari lalu di kantor.
“Tas baru?” tanyanya tiba-tiba.
“Ya”. Aduh, apa lagi komentarnya?
“Beli di mana? Berapa?”
“Di kantor, ada teman yang jualan. Hanya lima belas ribu rupiah”
“Jangan seperti orang kayalah! Koleksi tas kayak kebanyakan uang”
Kugigit bibirku perih. Aku hanya punya tas total lima biji. Itu dengan hitungan tiga sudah rusak parah, dalam artian talinya sudah nyaris putus saking lamanya. Satu sudah lusuh dan sakunya kena tinta pulpen yang menyebabkan warna biru luntur yang buruk. Dan ini yang terbaru, lima belas ribu! Bayangkan, seorang web designer pakai tas lima belas ribuan! Sok kayakah aku, sementara teman-temanku sesama profesi sudah pakai Braun Buffel asli, dan bahkan teman ngajiku yang penjaga wartel itu punya tas seharga tujuh puluh lima ribu rupiah!
Kehilangan mood kuganti tasku dengan tas yang sudah luntur itu. Biarlah, biar dikira istri gembel sekalian!
Makan siang di mall, aku menahan laparku sangat. Ia makan dengan seporsi nasi lus lauk pauk lengkap, begitu juga anakku. Sementara aku hanya minum sebotol teh.
“Nggak makan?” tanyanya.
“Takut boros. Kan uang kita terbuang dengan lima belas ribu harga tasku”
“Begitu saja dimasukkan ke hati. Makanlah, nanti maagmu kambuh”
Aku menggeleng keras. Sudah tiap hari kumat, kalau kautahu. Bagaimana bisa aku makan siang, sementara kau menuntut terus untuk memberi lima juta rupiah tiap bulan untuk ayah ibu, dan keempat adik-adikmu? Memangnya gajimu cukup untuk itu? Belum lagi kredit rumah, mobil, dan segala macam asuransi. Kaupikir siapa yang bayar?
Saat aku akan tambah minum, ia mencegahku.
“Mau ngapain?”
“Tambah minum”
“Ini saja bekas Salima dan Hasan”
Aku nyengir. Pahit. Kulihat sisa ayam goreng ngambang di gelas softdrink bekas Hasan, dan bekas nasi di bibir gelas Ima.
Pulang dari mall, aku masak … mie instan! Lalu kupenuhi gelas besarku dengan air mineral hingga aku menangis saking sedihnya. Aku seperti tikus yang nyaris mati kelaparan di lumbung padi milik sendiri!
 
posted by mumtazstore at 10:39 PM | Permalink | 0 comments
PENGUMUMAN PENTING
Buat Temen2 Penyuka Buku2nya Ifa AVianty,
Mulai bulan Agustus 2007 ini, dengan berat hati Mumtazstore TIDAK LAGI MELAYANI PEMESANAN BUKU2 KARYA IFA AVIANTY, KECUALI YANG BERBENTUK E-BOOK.

bila teman2 ingin memesan buku2 tsb silakan langsung menghubungi PENERBIT MASING2 BUKU TSB. Alamat dan no telp Penerbit tsb akan segera diupdate di website- resmi-nya Ifa Avianty
 
posted by mumtazstore at 10:33 PM | Permalink | 1 comments
Thursday, July 26, 2007
Sepiring Gado-Gado Bu Sakina

SATIRE METROPOLIS
PENYEMANGAT JIWA

Kumpulan Essay ringan
GIP, Depok, 2007
Xii + 88 hal.

Racikan yang satu ini rasanya beraneka ragam, warnanya macam-macam, penampilannya segar. Inilah suguhan sepiring gado-gado yang kita kenal. Namun, gado-gado yang ini spesial. Isinya adalah pembelajaran bagi kaum metropolis yang mulai redup rasa cintanya, yang mulai pudar kepeduliannya, yang semakin kuat mewujudkan ambisinya. Semuanya teramu manis dan harmonis. Satirenya tidak menusuk hati, tetapi meyakinkan diri bahwa kita hidup tidak sendiri.
Maka tak ada yang mahal untuk Sepiring Gado-gado Bu Sakina ini. Sajiannya yang menggugah selera cocok untuk semua.
 
posted by mumtazstore at 2:43 AM | Permalink | 1 comments
Par Avion Par Email

Ditulis bersama TAUFAN E PRAST
Fiksi, Kumcer Pernikahan
LPPH, Depok, 2007
Iv + 155 hal.

“Maaf, Om, tadi saya nemuin ini” seorang anak memberikan surat padaku. Surat? Pasti bukan buatku. Aku jarang punya teman dan nggak pernah surat-suratan. Aku sorang loner sejati. “Tolong deh, Om! Siapa tahu isinya penting?”
Aku mengernyitkan dahi. Sejurus dengan itu, aku melihat seseorang yang rasanya pernah kukenal. Temannya Ishtar, ya! Nama yang membawa sensasi tersendiri dalam dadaku. Apa kupanggil saja dia? Mungkin dia tahu dimana Ishtar sekarang. Terus kalau aku tahu dimana Ishtar, mau apa? Menelponnya?

Ishtar, aku bertemu Samudra, laki-laki yang membuatku menahan cemburu. Walau ternyata takdirnya sama denganku. Sama-sama bukan jodohmu.

Sungguh kisah cinta yang indah, dan menguatkan iman akan takdir-Nya. (Asma Nadia)
 
posted by mumtazstore at 2:03 AM | Permalink | 0 comments
Thursday, June 07, 2007
Be A Happy Teenager 2

It's All About Your Future

Nonfiksi, Penuntun Remaja
Zikrul Hakim, Jkt, 2007
144 halaman

Sobat, mari membuat sejarah!
PR Sejarah maksudnya? Hmm... ya bukanlah!
Maksudnya gini loh. Kamu sadar nggak kalo Allah menitipkan kemampuan, bakat, kemampuan, dan kekerasan hati untuk maju? Itu bekal hidup yang paling berharga! Jauh lebih berharga ketimbang kecantikan atau kekayaan ortu.
Baiknya nih, dengan titipan Allah tersebut, kita isi CV alias daftar riwayat hidup kita nggak hanya dengan kemampuan, ketrampilan, dan prestasi kita ... tapi juga dengan bekal buat di akhirat.
So harusnya CV kita diisi pula sama amalan-amalan, kepedulian pada sekeliling kita, juga seberapa banyak kita membuat jejaring silaturahim pada semua makhluk Allah. InsyaAllah deh, kelak kamu bakal bahagia melewati masa remaja yang ternyata tidak hanya seputar gue-gue dan cinta-gue.
Nah, buku ini bakal jadi langkah awalmu dalam merangkai sejarah masa remaja yang HAPPY!!
Yyyuuuk marrriii... let's start the history...
 
posted by mumtazstore at 2:26 AM | Permalink | 0 comments
Be A Happy Teenager 1

It's All About You

Nonfiksi, Penuntun Remaja
Zikrul Hakim, Jkt, 2007
158 halaman

Sobat, selagi masa remaja ada dalam genggaman kita, jadikan ia sebagai masa yang kelak kita kenang keindahannya dan kita kenang pula hal-hal terbaik yang telah kita lakukan. Bukan cacat 'n keburukan yang telah dibuat lho! Jadinya kan nggak abcd (aduh bro capeee deh) nyeselin masa remaja kita.
Nah buku ini pas buanget buat kamu agar menjadi remaja yang always HAPPY. Tapi nggak sembarang happy juga kalee! Cateeet!
It's all about YOU... Islam kamu, pribadi kamu, 'n harapan dirimu yang baru. So, be a Happy Teenager? You can do it! 100% sure!
 
posted by mumtazstore at 2:21 AM | Permalink | 0 comments
Jodoh Dari Surga

Novel, Islamic Novel
Qultum Media, Jkt 2007
x + 136 halaman

Nia seorang perempuan muda enerjik, ceria, manja, sekaligus sensitif. Rissetyo seorang eksekutif muda dengan pembawaan yang cool, yang tampangnya mirip Michael Buble, pintar, kaya, namun terkadang penuh rahasia. Berawal dari perjodohan yang direncanakan ortu keduanya, mereka dipersatukan dalam ikatan pernikahan.
Nia yang sejak awal tidak setuju dengan cara perjodohan, terpaksa menerima pinangan Rissetyo dengan hati penuh protes. Perbedaan karakter, usia yang jauh, serta penerimaan mereka terhadap pernikahan menimbulkan konflik yang khas penuh intrik namun tak jarang diselingi dengan dialog lucu.
Belum lagi masa lalu menjadi ujian berat bagi pernikahan mereka. Silih berganti orang-orang dalam kenangan mereka tanpa diduga, menambah rumit perjalanan cinta mereka. Akankah akhir bahagia yang menghampiri? Atau justru kesedihan yang datang?
Novel karya Ifa Avianty ini mencoba menyadarkan kita akan pilihan terbaik yang Allah kirimkan untuk kita.

Endorsements:

Novel karya Ifa ini cara berceritanya lucu, seru, segar, kadang komikal, ringan, cerita yang dalem jadi gampang dimengerti. Baca novel karya Ifa, rasanya seperti sedang ngobrol atau mendengarkan cerita dari sahabat.
Marita W Nurcahyadi (Mita), Sahabat, ibu rumah tangga, pencinta buku, wirausahawati.

Semua kisah diramu Ifa dengan gayanya yang khas, seringkali ngocol abis, tapi tetap serius bahkan puitis. Ifa Avianty penuh kejutan, segar, dari awal hingga akhir halaman :-)
Difansa Rahmani (Difa), adik ketemu di Blog, mhsi UPI YAI Jkt, pencinta buku.

Saya bukan penikmat fiksi dalam arti sesungguhnya. Saya lebih suka cerita yang simple. Dan novel yang satu ini ceritanya simple, entertaining (seperti nonton film) tapi tetap punya pesan moral yang kuat. Saya harap Ifa juga kelak bisa menulis tema-tema lain yang lebih berat.
Thobib Al Asyhar, penulis buku2 Best Seller : Bahaya Makanan Haram, Fikih Gaul, Sufi Funky, dan Khadijah. Also my dear hubby :)
 
posted by mumtazstore at 2:18 AM | Permalink | 0 comments
Mencari Belahan Jiwa

Kumcer dewasa
GIP, Depok, 2006
200 halaman

Sepuluh tahun bagi Ve bukanlah waktu yang singkat untuk mengubah banyak keadaan, meski juga bukan waktu yang lama untuk sebuah proses. Setidaknya kesepuluh jarinya mampu meraba keindahan cinta itu. Namun tak satupun tergenggam. Segalanya berjalan begitu mekanis, terasa hambar bahkan kehampaan bertakhta di sudut hatinya. Dan adakah Ve lelah mencari dan menjalani proses itu?
Ve mungkin terlalu romantis, idealis, atau apalah namanya. Tapi salahkah bila hingga kini ia masih belum menemukan apa yang dicarinya? She still hasn't found what she looking for? Benarkah Yo adalah her soulmate, belahan jiwanya yang berkali-kali hadir dalam mimpi masa lalu, bahkan semenjak Ve akil baligh?
Bersama novelet "Mencari Belahan Jiwa" yang pernah mendapat sambutan hangat dari pembaca majalah keluarga Safina ini, dalam buku ini ada 7 cerpen lain yang nggak kalah asik, romantis, dan punya moral of the story yang kuat.
 
posted by mumtazstore at 2:12 AM | Permalink | 0 comments
ANTOLOGI : Let's Talk About Love

Seri Bianglala 3

Rahmadiyanti, Ifa Avianty, dan Tim Bianglala Majalah Annida
Nonfiksi, penuntun remaja
Asy Syamil, Bdg, 2006
120 halaman

Buku ini berisi semua yang kamu cari tentang cinta. Kalo kamu pembaca setia majalah Annida, kamu pasti pernah baca artikel-artikel ini di rubrik Bianglala.
So biar kamu nggak kejebur di kubangan cinta yang salah, mesti baca deh buku yang ilustrasi dan isinya sama keren ini!
 
posted by mumtazstore at 1:29 AM | Permalink | 0 comments