/
Thursday, April 24, 2008
JEJAK2 KEMBARA CINTA (ONE IN A MILLION); Sebuah Novel terbaru Saya
(MY NEWEST BOOK): Novel JEJAK2 KEMBARA CINTA (ONE IN A MILLION)
Apr 21, '08 1:48 AMfor everyone

Siapa bilang memiliki harta berlimpah, ketampanan dan kecantikan, dan kecerdasan berarti pula sudah menggenggam dunia? Bagaimana dengan cinta?
Mereka yang kita sebut sebagai 'penghuni negeri dongeng' menyimpan kegelisahan ... dimana letaknya cinta sejati itu. Enam pangeran keluarga Bratalegawa yang 'memiliki segalanya' berkelana mencari cinta, mengembara di berbagai kota di dunia. Siapakah half soul mereka? Benarkah bahwa menemukan cinta bagi mereka akan semudah menamatkan pendidikan?
Temukan jawabannya dalam novel romance berjudul 'Jejak-Jejak Kembara Cinta' karya Ifa Avianty. Buktikan bahwa kekayaan bukan berarti bisa memiliki segalanya dengan cepat dan mudah.
Penulis telah menghasilkan 5 novel dengan ciri khas romantis, mengalir, dan menyentuh. Jangan lewatkan novel ini. Segera pesan ke Mumtaz Publishing hanya dengan sms ke +628129722932 dengan mengetik: JKC (jmlh pesanan) (nama) (alamat lgkp+kode pos).
Anda akan segera menerima sms konfirmasi pemesanan dan tata cara transfer dari Mumtaz Publishing.
LIMITED PUBLISHED!

Sneak Peek:

Jam 4.30 dini hari, jalan tol Jagorawi masih dibasahi gerimis. Licin dan lumayan sepi. Sesekali wiper Odyssey-ku menghalau kabur di kaca depan. Alphard-nya Rahadi masih terlihat di depanku. Dasar aneh. Licin-licin begini malah ngebut.
Tiba-tiba HP-ku berdering.
Rumah.
Ada apa?
Sejenak batinku gelisah. Sementara rasa sakit di pangkal pahaku tidak juga hilang. Allaaah...
"Halo".
"Bu, ini mbok Jum... Mas Ipan... bu...".
"Irfan kenapa, Mbok?"
Huhuhu... kudengar suara tangis mbok Jum di ujung sana. Jantungku berdetak sepuluh kali lebih keras. Ada apa dengan Irfan?
"Mbok, Irfan kenapa?"
"Mas Ipan... mas Ipan... kabur, Bu...".
Astaghfirullah...
"Kabur? Kok bisa? Sudah dicari sekeliling rumah?"
Tangis mbok Jum malah menggema histeris.
"Mbok..."
"Iya, Bu. Maap Bu... kita udah nyari di rumah, sampai gang kampung belakang... gak ada, Bu...".
"Kabur dari mana dia?"
"Dari... jendela kamarnya, Bu... mungkin lewat pintu kucing di pagar samping... Maap ya Bu...".
"I...iya, Mbok, saya segera pulang. Terima kasih ya Mbok".
Tangis apa lagi ini? Air mataku berpesta bersama hujan...
Tepat saat itu dari arah berlawanan samar kulihat sebuah truk semen tiba-tiba menghantam pagar pembatas jalan tol, menerjangnya dan berbalik arah...
Aku memejamkan mata sambil menekan pedal rem kuat-kuat bersamaan dengan terdengarnya suara benturan keras memekakkan telinga. Segala doa yang kuingat segera kurapal.
Ciiiiit... Ban mobilku berdecit hanya beberapa meter di belakang... Alphard yang dikemudikan Rahadi... yang... hancur...
Jiwaku terbang...
Aku menerjang tanpa peduli. Truk sial itu rupanya ringsek juga setelah kembali menabrak pembatas jalan tol. Aku hanya ingin bertemu Rahadi!
Susah payah aku dan beberapa petugas yang segera datang mengeluarkannya dari mobil yang ringsek. Bagian depan Alphard menabrak pembatas sementara belakangnya melesak ke depan akibat tertabrak truk. Dan Kekasihku bersimbah darah tak sadarkan diri. Ia terjepit stir, dan wajahnya terkena pecahan kaca depan.
Aku ingin memeluknyaaa... tolong...
"Bu, minggir, Bu, biar korban kami bawa ke RS segera". Seorang petugas mendorongku.
Aku meradang. Kudorong balik dadanya. "Minggir! Kamu yang minggir! Ini suami saya! Biar saya yang bawa!"
Petugas itu tampak jengkel. "Ibu ini gimana sih? Suaminya sekarat malah heboh!"
"KAMU YANG DODOL! MINGGIR!"
Petugas yang lain segera menengahi kami. Huh hampir saja aku cakar muka petugas berkumis sok wibawa itu.
Malam itu juga Rahadi dibawa ke RS UKI. Sementara aku tak henti-henti menelpon mengurus ini dan itu untuknya dan Irfan... Allah, tolong dampingi aku, kuatkan aku...
Dengan perih hati kuusap darah suamiku yang mengotori baju dan cardiganku. Rahadi, bertahanlah... demi kita, demi anak-anak kita, demi cinta yang baru saja akan kita tata kembali... Rahadi, I love you...
Sambil menangis, kubuka kembali sms terakhir dari Rahadi. Hanya 5 menit sebelum tragedi maut itu.
Ingatkah engkau kepada
embun pagi bersahaja
yang menemanimu sebelum cahaya
Ingatkah engkau kepada
angin yang berhembus mesra
yang kan membelaimu cinta...
(Petikan syair lagu 'Sebelum Cahaya' by Letto)

Ya... hanya engkau, Rahadi, hanya engkau embun pagiku... apapun yang telah kaulakukan padaku...

Irfan

Cahaya, mengapa jauh sekali engkau? Tahukah engkau bahwa kaki-kaki kecilku capek sekali? Lihat... ujung jempolku sepertinya bengkak.
Mengapa engkau kelihatannya dekat sekali? Ternyata sampai sekarang aku tidak juga sampai padamu. Aku lapar, haus, dan dingin... Brrr... baju dan rambutku sudah basah semua sekarang...
Huhuhuhu...
Bundaaaa...

Nana

Capeeek...
I lost my Princes in one day. Dan hingga kini belum ada kabar lebih pasti tentang keduanya.
Aku sudah lapor polisi perihal kaburnya Irfan. Melihat kemampuannya mungkin Irfan kabur tidak jauh-jauh dari rumah. Tapi kemana? Mbok Jum, Iroh, pak Adun sudah bergantian menyusuri kompleks kami dan wilayah sekitarnya tapi nihil.
Huhuhu... pangeran kecilku pasti ketakutan, kelaparan, kehausan, dan kedinginan sekarang. Dimana engkau, Sayang?
Bagaimana kalau ia diculik? Dianiaya? Dijual? Dijadikan pengemis? Atau... dibunuh? Tidaaak! Jangan sampai, Tuhan... Biarlah aku mempertaruhkan seluruh nyawaku demi anakku...
Aish yang duduk di sebelahku di bangku tunggu RS sedari tadi juga menangis terus. Ia ingat adik dan ayahnya. Kedua Oma dan Opanya juga mondar-mandir terus dan kadang bertanya sesuatu yang malah bikin aku tambah stress.
Sementara suamiku baru selesai dijahit wajahnya setelah dokter berhasil mengeluarkan beling-beling. Ia masih kritis. Tulang dadanya ada beberapa yang patah, demikian pula kakinya. Yang gawat, mata kirinya harus dioperasi karena kena pecahan beling pulang. Hingga kini team dokter masih menunggu masa kritisnya sampai ia cukup siap menjalani operasi bedah mata.
"Nyonya Rahadi".
Gegas aku berdiri menghampiri Dokter Bahri, ketua team dokter yang menangani suamiku.
Kedua pasang orangtua kami juga ikut mendengarkan dengan seksama.
"Ya, Dok. Bagaimana suami saya?"
"Sudah bisa ditengok. Hanya belum pulih betul. Masih belum sadar betul. Sebentar lagi sisa biusnya selesai bekerja. Tolong dijaga, jika beliau siuman, jangan sampai stress. Khawatir berpengaruh terhadap kondisi pra-operasi".
Dokter senior itu mengangguk menenangkanku yang tidak sabar ingin buru-buru menemui suamiku.
"Dok... emmm... kalau kemungkinan operasinya gimana ya?". Takut-takut aku bertanya.
Dokter Bahri menarik nafas. "Jika gagal, dikhawatirkan ia tidak bisa lagi memfungsikan mata kirinya. Tapi kita sama-sama berusaha dan berdoa untuk yang terbaik ya, Bu..."
"Iya, Dok, Terima kasih..."
Dengan tangannya Dokter Bahri mempersilakan kami masuk perlahan-lahan.

Labels:

 
posted by mumtazstore at 2:29 AM | Permalink |


1 Comments:


At 9:26 PM, Blogger Cerita Winda

apakah novel ini masih ada? karena saya ingin mendapatkan novel ini. sudah berusaha mencari di toko-toko buku tapi susah. di tunggu konfirmasinya,terima kasih