/
Wednesday, April 30, 2008
(MY NEWEST BOOK): Kumcer Sebab Cinta Tak Bermata

Berjuta kisah tertulis sejak zaman Adam dan Hawa tentang cinta anak manusia. Cinta yang lebih banyak menggunakan feeling dan bukan mata hati terbukti menguar tragedi.
Kumpulan cerpen istimewa ini mengajak anda mengarifi cinta. Bahwa cinta memang sering tak bermata, namun jika kita bertanya pada nurani, kita akan menemukannya di sana.
Sebab Cinta tak Bermata, berisi 15 cerpen istimewa karya Ifa Avianty, dengan ciri khasnya yang lembut, romantis, bertutur mengalir, dan berhikmah.
Dapatkan segera buku terbitan Mumtaz Publishing ini. Hanya dengan sms ke +628129722932 dengan mengetik SCB (jlmh pesanan) (nama lgkp) (alamat lgkp+kode pos). Anda akan segera menerima konfirmasi pemesanan dan tata cara transfer.
LIMITED PUBLISHED!!

Sneak Peek:

Blind Date

Malam sudah masuk ke peredaran langit sejak tadi. Huhhh…bete juga, dari tadi belum satu pe-er Fisika Material yang kukerjakan. Cuapekkk… Heran, pak Indra itu nggak ada bosen-bosennya ngasih PR. Mana harus pakai bahasa inggris pula lagi jawabnya. Mikir ngitung dan mencocokkan rumusnya dalam bahasa indonesia saja sudah kayak mau mati, ini lagi pakai bahasa inggris. Susah deh!
Apa dia pikir semua mahasiswanya sepintar dia kali ya? Huh, siapa sih yang nggak mau sepintar dia? Doktor dalam bidang Material Physics dari Cambridge Uni di Inggris sana. Lulus cum laude dalam usia yang belum lagi tiga dua. Hiyyy… merinding!
Coba, kamu bangun dulu, Dith. Kamu ngaca gih sana.
Aku bangkit dengan segan. Kulihat bayanganku di cermin. Rambut kusut masai, jarang ketemu sisir. Maklum, sejak jilbaban aku punya pandangan agak eksentrik, ngapain sisran kan nggak ada yang lihat? Hehehe… nuts! Trus… mmm apalagi ya?
O ya, badan kurus tinggi, kayak kurang gizi. Maklumlah, namanya juga akhwat aktivis dengan jam terbang tinggi. Yang baru sempat makan diantara kuliah, ngisi kajian, rapat kastrat dan sospol, rapat syuro pembinaan kampus, dan segala nama yang ‘syerem’ itu, atau diantara praktikum yang kadang nyaris membuatku tewas sebab kelamaan berdiri.
Kugaruk kepalaku yang tidak gatal. Hmmm… bandingkan dengan pak Indra ya?
IP-ku? Ah, memikirkannya aku mau nangis saja, dan dipastikan bakalan banjir air mata pula. Bayangkan hingga semester jauh gini, semester delapan, bo, IP-ku tidak bergeser dari dua koma dua saja. Padahal pula, masih banyak mata kuliah yang belum kuambil, sebab aku masih juga mengulang beberapa mata kuliah. Nyerok terus, boro-boro nyodok! Resiko aktivis? Hiii… aku nyengir pahit.
Usiaku? Hiii… sudah dua dua, dan belum ada tanda-tanda mau wisuda segera. Nikah? Hehehe… apalagi! Kalau kata anak-anak sekelasku, aku termasuk kategori high quality jomblo. Bangga? Tak tahulah. Aku toh tetap keukeuh dengan keyakinanku bahwa nggak ada pacaran dalam islam. So ngapain malu dengan istilah jomblo? Kalau kata Jazima, sahabatku sesama aktivis kampus, kita ini jojoba, alias jomblo-jomblo bahagia. Ya, bahagia, sebab kita tidak resah dengan kejomblo-an kita. Sebab kita masih bisa wara-wiri kesana kemari sementara banyak akhwat seusia kita yang sudah ‘repot’ dengan bayi dan balitanya. Hehehe… ini apologia atau apa ya?
Nah, sekarang lihat ‘musuh’ kamu itu, Yudith sayang. Pak Indra itu.
Performance-nya, rapi jali, wangi, sisiran terus, ketara dari rambutnya yang meskipun cepak tapi licin terus, kalau pakai kemeja juga matching sama celana panjangnya dan… wangi pula. Aih… Yudith, kamu kok intens banget sih merhatiin beliau? Nah… yhaaa…. Ghadhul bashar please, ukhti!
Ini mah bukan karena nggak ghadhul bashar, bela sudut hatiku yang lain. Lha wong kelihatan kok. Jadi jika disandingkan antara aku dan pak Indra, orang bisa dengan mudah membedakan mana yang terawat dan mana yang tidak.
Kalau soal makan? Mmm…setahu aku sih, pak Indra itu orang yang nggak neko-neko soal makanan, hanya memang dia selalu makan tepat waktu, maksudnya kalau pas papasan di kantin, sementara aku lagi ‘rapat informal’ atau mengerjakan PR (atau nyalin? J ), dia pasti lagi tekun menghadapi sepiring gado-gadonya. Hehehe… intens kan? Husy!
Pintar? Ah, ini mah nggak usah dibahas lah. Bikin makin bete. Aktif? Pak Indra itu hingga sekarang masih jadi pembina rohis universitas lho. Dia juga aktivis sebuah partai islam. Selain itu aktif di kepanduan, pencinta alam, dan kayaknya sih rajin olahraga juga, soalnya badannya lumayan atletis.
Hei, ukhti, stop! Makin menjurus neeh…
Ntar dulu. Dia itu juga masih jomblo. Kalau kata anak-anak juga (yang cewek terutama), dia itu most wanted man to die for di kampus ini. Deeu segitunya! Kalau kata si Ata, yang bakat banget jadi host acara infotainment, pak Indra itu the highest quality jomblo ever di kampus ini. Hah?!
By the way, kalau dia masih jomblo, so what gitu lho, Yudith?
Errr… Aku tersenyum malu. Anyways, kali aja… ntar dia nikahnya sama akhwat siapa gitu…
Ya, yang jelas nggak mungkin sama kamu lah, Dith. Bainassama’ wassumur bur… alias antara langit dan sumur bor bedanya antara kamu dengan dia. Sudahlah, Yudith, stop dreaming! Back to your horrible homework! Buruan!

Namun, aku mendadak hilang mood. Jomblo. Ya, sebuah kata yang pada hari gini terasa kadang begitu menyayat. Duuuh… istilahnya! Ya, soalnya banyak banget yang bilang gini padaku, terutama temen-temen sekelasku dan temen se SMU-ku yang kebanyakan belum lagi hijrah (maklum, dulunya aku kan anak SMU RP yang mayoritas katolik itu, no wonder juga sih), “Hare gene masih jomblo? Kasiaaan deh luuu, Dith!”
Biasanya dengan nada yang bittersweet gitu aku menjawab, “Ya so what gitu lho?”
Ah, ya so what?
Ya, begini ini jadinya. Nggak bisa jaga pandangan. Coba bandingkan sama Sintha, adik kelasku, anak semester enam, yang sudah married setahun lalu. Dia nikah dengan anak Sipil tiga tahun di atasnya, sudah alumni tentu. Dia terlihat lebih adem, tenang, bahagia, nggak suka ‘diam-diam ‘hunting high and low’ kayak aku… Duh… emang enak jadi jomblo?
Sayang sekali ternyata jawabannya adalah ‘tidak enak’, sista!
Terus mau gimana lagi? Kan memang jodohnya belum datang. Masak kamu mau playing God sih, Dith? Kamu ngatur Tuhan gitu, ya Tuhan, tolong dong jodohku datang sekarang, saat ini juga. Desperate banget nih! Ha? Pardon?
Sudah separah itukah kamu, Yudith sayang?
P-A-R-A-H, hingga nyaris berdarah?
Istighfar dong, Dith. Banyak sekali akhwat yang usianya tiga kali lipat kamu juga belum dapat jodohnya. Kenapa kamu jadi segitu resenya sih? Takdir orang kan nggak mungkin tertukar gitu. Ya artinya, ini memang jalannya kamu. So, jalani aja lah…
Kepalaku berdenyut kencang. Aduhhh…
Sesekali ingat juga sama ibu di Padang sana. Yang tiap telpon pasti bilang gini, “Dith, kamu dah punya calon belum? Mau ibu kenalkan sama anak temannya etek Risa? Cakep lho, dokter di Padang, lagi ambil spesialis kandungan…”
Atau, “Ini ada notaris di Pariaman, kawannya Do Usman anak Etek Indar. Mau kau ibu kenalkan?”
Dan yang terakhir, tiga hari lalu. “Kau ini gimana Dith? Kuliah belum juga kelar. Calon belum ada. Apa saja kerjamu ha? Anak daro indak baik pilih-pilih. Mana pula kau tu indak jelas maunya apa… pusing ibu kaubuat. Dulu lulus SMP kau maunya merantau ke Bogor, ibu izinkan. Indak taunya kau malah makin aneh saja”.
Brrrr… ingin rasanya aku mengecil menjadi kodok. Agar ibuku tak lagi mengejar-ngejarku tentang kuliah dan jodoh. Agar aku bisa berharap jika ada seseorang yang benar-benar tertarik padaku, aku bisa menjelma menjadi seorang putri. Hahaha… ngayal terus aja, Dith! Kutimpuk cerminku dengan bantal SpongeBob kesayanganku.

Labels:

 
posted by mumtazstore at 10:34 PM | Permalink |


2 Comments:


At 9:20 PM, Anonymous Anonymous

mbak aku pengen punya ni buku, bisa didapetin di mana ya di Jogja, jazakillah

 

At 12:00 PM, Blogger pusat jual murah

buku sebab cinta tak bermata ini menceritakan tentang apa bu?
mohon infonya
buku islami